Valentin Day

(Pesta Zina Berbalut Cinta)

Empat belas Februari dalam budaya Barat adalah hari kasih sayang atau Valentine. Pada hari itu orang-orang secara khusus mengungkapkan rasa cintanya kepada orang lain. Acara ini telah berkembang pula di Indonesia. Penganutnya kebanyakan para remaja, termasuk remaja muslimnya. Kebanyakan mereka melakukannya sekedar mengikuti trend saja. Para remaja muslim itu tidak tahu penyebab kemunculan hari Valentine. Padahal sebenarnya ia adalah hari penghormatan kepada seorang pendeta  Katolik bernama St. Valentine.

Kisah Santo Valentine

Ensiklopedia Katolik menyebutkan tiga versi tentang valentine. Versi pertama adalah kisah pendeta St. Valentine yang hidup di akhir abad ke-3 M di zaman Raja Romawi Claudius II. Pada tanggal 14 Februari 270 M, Claudius II menghukum mati St. Valentine karena telah berani menentang beberapa perintahnya. St. Valentine dianggap bersalah karena berani mengajak manusia kepada agama Nasrani. Lalu dia ditangkap oleh Claudius dan kemudian dihukum mati.

Dalam versi kedua, raja claudius II memandang para bujangan lebih tabah dalam berperang daripada mereka yang telah menikah yang sejak semula menolak untuk pergi berperang. Maka dia mengeluarkan perintah yang melarang per-nikahan. Tetapi St. Valentine menentang perintah ini dan terus mengadakan pernikahan di gereja dengan sembunyi-sembunyi sampai akhirnya diketahui lalu dipenjarakan. Dalam penjara dia berkenalan dengan  putri  seorang  sipir  penjara  yang  terserang penyakit. Ia mengobatinya hingga sembuh dan jatuh cinta kepadanya. Sebelum dihukum mati, dia mengirim sebuah kartu yang bertuliskan “Dari yang tulus cintanya, Valentine.” Hal itu terjadi setelah anak tersebut memluk agama Nasrani bersama 46 kerabatnya.

Versi ketiga menyebutkan ketika agama Nasharani tersebar adi Eropa, di salah satu desa terdapat sebuah tradisi Romawi yang menarik perharian para pendeta. Dalam terdisi itu para pemuda desa selalu berkumpul setiap pertengahan bulan Februari. Mereka menulis nama-nama gadis desa dan meletakkannya di dalam sebuah kotak, lalu setiap pemuda mengambil salah satu nama dari kotak tersebut dan gadis yang namanya keluar akan menjadi kekasihnya sepanjang tahun. Ia juga mengirimkan sebuah kartu yang bertuliskan “dengan nama tuhan Ibu, saya kirimkan kepadamu kartu ini.” Akibat sulitnya menghilangkan tradisi Romawi ini, para pendeta memutuskan mengganti kalimat “dengan nama tuhan Ibu” dengan kalimat “dengan nama Pendeta Valentine” sehingga dapat mengikat para pemuda tersebut dengan agama Nashrani.

Versi lain mengatakan St. Valentine ditanya tentang Atharid, tuhan perdagangan, kefasihan, makar serta pencurian dan Jupiter yakni tuhan orang Romawi yang terbesar. Maka dia menjawab tuhan-tuhan tersebut buatan manusia dan bahwasanya tuhan yang sesungguhnya adalah Isa Al-Masih.

Valentine Berasal dari Budaya Syirik

Dan jika ditilik dari sisi etimologi, kata Valentine disematkan untuk istilah yang berbau kesyirikan. Jika kita masih ragu dengan hal ini, coba perhatikan perkataan Ken Swiger dalam artikelnya, “Should Biblical Christians Observe It?”. Dia mengatakan, “Kata “Valentine” berasal dari bahasa Latin yang berarti, “Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuat dan Maha Kuasa”. Kata ini ditunjukan kepada Nimroe dan Lupercus, tuhan orang Romawi”.

Disadari atau tidak ketika kita meminta orang   menjadi   “to   be   my   Valentine”   atau membeli kartu yang terpampang kalimat itu, berarti sama dengan kita meminta orang tersebut menjadi “Sang Maha Kuasa”. Jelas perbuatan ini merupakan kesyirikan yang besar, menyamakan makhluk dengan Sang Khalik, menghidupkan budaya pemujaan kepada berhala. Adapun Cupid (berarti: the desire), si bayi atau lelaki rupawan setengah telanjang yang bersayap dengan memegang anak panah adalah putra Nimrod “the hunter” dewa Matahari. Disebut tuhan Cinta, karena ia begitu rupawan sehingga diburu banyak perempuan bahkan dikisahkan bahwa ibu kandungnya sendiri pun tertarik sehingga melakukan incest dengan anak kandungnya itu!

Islam mengharamkan segala hal yang berbau kesyirikan, seperti kepercayaan adanya dewa dan dewi. Dewa cinta yang sering disebut-sebut sebagai dewa Amor, adalah cerminan aqidah syirik yang di dalam Islam harus ditinggalkan jauh-jauh. Padahal atribut dan aksesoris hari Valentine sulit dilepaskan dari urusan dewa cinta ini.

Walhasil, di samping berasal dari perayaan non muslim, semangat Valentine ini tidak lain adalah semangat yang bertabur dengan simbol-simbol syirik yang hanya akan membawa pelakunya masuk neraka, naudzu billahi min dzalik.

Antara Valentine dan Barat

Pada abad ke-16 Masehi, perayaan Valentine yang pada awalnya merupakan ritual milik agama Kristen Katolik telah berangsur-angsur bergeser. Yang semula untuk memperingati kematian santo Valentine dan Marius telah bergeser menjadi hari “Jamuan Kasih Sayang” yang disebut sebagai “Supercalis”. Ia seperti yang dirayakan oleh bangsa Romawi Kuno pada tiap tanggal 15 Februari yang terkait erat dengan dunia para dewa dan mitologi sesat sarat kesyirikan.

Sedangkan pada abad pertengahan, di dalam bahasa Perancis-Normandia terdapat kata “Galentine” yang berasal dari kata Galant yang berarti cinta, persamaan bunyi antara Galentine dan Valentine disinyalir telah memberikan ide kepada orang-orang Eropa bahwa sebaiknya pada tanggal 14 Pebruari digunakan untuk mencari pasangan. Dan kini Valentine telah tersinkretisasi dengan peradaban Barat.

Valentine telah menjadi bentuk pesta hura-hura, simbol modernitas, sekedar simbol cinta, dan sudah mulai bernuansa pergaulan bebas dan seks bebas. Dalam semangat hari Valentine itu, ada semacam kepercayaan bahwa melakukan maksiat dan larangan-larangan agama seperti berpacaran, bergandeng tangan, berpelukan, berciuman, petting bahkan hubungan seksual di luar nikah di kalangan sesama remaja itu menjadi boleh. Alasannya, semua itu adalah ungkapan rasa kasih sayang, bukan nafsu libido biasa.

Bahkan tidak sedikit para orang tua yang merelakan dan memaklumi putera-puteri mereka saling melampiaskan nafsu biologis dengan teman lawan jenis mereka, hanya semata-mata karena beranggapan bahwa hari Valentine itu adalah hari khusus untuk mengungkapkan kasih sayang.

Buat orang Barat, berzina memang salah satu bentuk pengungkapan rasa kasih sayang. Bahkan berzina di sana merupakan hak asasi yang dilindungi undang-undang. Sehingga para orang tua pun tidak punya hak untuk menghalangi anak-anak mereka dari berzina dengan teman-temannya. Intinya, di Barat zina dilakukan oleh siapa saja; tak pandang kulit dan usia.

Adapun dalam Islam, ia adalah kekejian yang sangat dimurkai dan dosanya sangat besar. Bukankah untuk mendekatinya saja Alloh larang, “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (Al-Isra’: 32) Sedangkan pelakunya yang sudah menikah (mukhshon) harus dirajam dan yang belum menikah (ghoiru mukhshon) harus dicambuk 100 kali serta diasingkan selama 1 tahun.

Tapi yang pasti, dengan hiruk-pikuk pesta Valentine, adalah Barat yang paling diuntungkan, karena di dalam pesta valentine orang didukung untuk hura-hura. Mencari cinta sesaat dan instan, seks bebas, glamour yang semuanya itu mengarah ke peradaban Barat.

Ketika media Al-Islah mengadakan survey via telepon terhadap beberapa masyarakat kota, ada seorang koresponden yang pernah berada di luar negeri memberikan pandangannya bahwa Valentine telah menjadi media Barat untuk memasarkan produknya. Merebaknya Valentine di kalangan muda-mudi, menjadikan mereka ramah dan permisif terhadap produk-produk Barat; seperti fashion, kafe, hotel, film dan seks pranikah.

Contoh riilnya, di Amerika kartu Valentine pertama yang diproduksi secara massal dicetak setelah tahun 1847 oleh Esther A. Howland (1828 – 1904) dari Worcester, Massachusetts. Ayahnya memiliki sebuah toko buku dan toko peralatan kantor yang besar. Mr. Howland mendapat ide untuk memproduksi kartu di Amerika dari sebuah kartu Valentine Inggris yang ia terima. Upayanya ini kemudian diikuti oleh pengusaha-pengusaha lainnya hingga kini.

Sejak tahun 2001, The Greeting Card Association (Asosiasi Kartu Ucapan AS) tiap tahun mengeluarkan penghargaan “Esther Howland Award for a Greeting Card Visionary” kepada perusahaan pencetak kartu terbaik.

Sejak Howland memproduksi kartu ucapan Happy Valentine di Amerika, produksi kartu dibuat secara massal di seantero dunia. The Greeting Card Association memperkirakan bahwa di seluruh dunia, sekitar satu milyar kartu Valentine dikirimkan per tahun. Ini adalah hari raya terbesar kedua setelah Natal dan Tahun Baru (Merry Christmast and The Happy New Year), di mana kartu-kartu ucapan dikirimkan. Asosiasi yang sama juga memperkirakan bahwa para perempuanlah yang membeli kurang lebih 85% dari semua kartu Valentine.

Ikut Mengakui Yesus Sebagai Tuhan

Walau sudah banyak di antara remaja muslim  yang  mendengar   bahwa   Valentine Day adalah salah satu hari raya umat Kristiani yang mengandung nilai-nilai akidah Kristen, namun hal ini tidak terlalu dipusingkan mereka. “Ah, aku kan ngerayaain Valentine buat fun-fun aja…,” demikian kebanyakan dari mereka bersikap. Bisakah dibenarkan sikap dan pandangan seperti itu?

Perayaan Hari Valentine memuat sejumlah pengakuan atas klaim dogma dan ideologi Kristiani seperti mengakui “Yesus sebagai Anak Tuhan” dan lain sebagainya. Merayakan Valentine Day berarti pula secara langsung atau tidak, ikut mengakui kebenaran atas dogma dan ideologi Kristiani tersebut, apa pun alasanya.

Nah, jika ada seorang Muslim yang ikut-ikutan merayakan Hari Valentine, maka diakui atau tidak, ia juga ikut-ikutan menerima pandangan yang mengatakan bahwa “Yesus sebagai Anak Tuhan” dan sebagainya, yang di dalam Islam sesungguhnya sudah termasuk dalam perbuatan musyrik, menyekutukan Alloh, suatu perbuatan yang tidak akan mendapat ampunan dari-Nya. Alloh berfirman, “Sesungguhnya Alloh tidak akan mengam-puni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.” (An-Nisa: 48)

Ibnul Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah juga berkata, “Memberi selamat atas acara ritual orang kafir yang khusus bagi mereka, telah disepakati bahwa perbuatan tersebut haram. Semisal memberi selamat atas hari raya dan puasa mereka, dengan mengucapkan, “Selamat hari raya!” dan sejenisnya. Bagi yang mengucapkannya, kalau pun tidak sampai pada kekafiran, paling tidak itu merupakan perbuatan haram. Berarti ia telah memberi selamat atas perbuatan mereka yang menyembah salib (menyekutukan Alloh). Bahkan perbuatan tersebut lebih besar dosanya di sisi Alloh dan lebih dimurkai dari pada memberi selamat atas perbuatan minum khamar atau membunuh. Banyak orang yang kurang mengerti agama terjerumus dalam suatu perbuatan tanpa menyadari buruknya perbuatan tersebut. Ia telah menyiapkan diri untuk mendapatkan kemarahan dan kemurkaan Alloh.”

Menyerupai Orang Kafir

Bahaya lain bagi yang gandrung dengan Valentine adalah terjerumusnya orang tersebut ke dalam lembah tasyabuh (menyerupai) terhadap orang kafir. Padahal hal ini sangat dilarang. Sebagaimana dalam hadits riwayat Tirmidzi Rasulullah menyatakan bahwa, “Barang siapa meniru (bertasyabuh) terhadap suatu kaum, maka ia termasuk dari kaum tersebut.” Secara eksplisit, barang siapa yang menyerupai orang Nashrani berarti ia berasal dari orang Nashrani. Dan ia juga telah melanggar perintah Nabi untuk menyelisihi orang-orang kafir, “Selisihilah orang-orang Yahudi.” (HR. Abu Dawud 652, dishahihkan oleh Hakim).

Pun dengan Alloh, di dalam Qur’an surat Al-Maidah ayat 51 Dia melarang umat Islam untuk meniru-niru atau meneladani kaum Yahudi dan Nasrani, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golo-ngan mereka. Sesungguhnya Alloh tidak mem-beri petunjuk kepada orang-orang yang zalim.”

Fatwa Ulama

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin sendiri ketika ditanya tentang perayaan Valentine Day, beliau menjawab, “Tidak boleh merayakan Valentine Day karena sebab-sebab berikut: Pertama, bahwa itu adalah hari raya bid’ah, tidak ada dasarnya dalam syari’at. Kedua, bahwa itu akan menimbulkan kecengengan dan kecemburuan. Ketiga, bahwa itu akan menyebabkan sibuknya hati dengan perkara-perkara bodoh yang bertolak belakang dengan tuntunan para salaf. Karena itu, pada hari tersebut tidak boleh ada simbol-simbol perayaan, baik berupa makanan, minuman, pakaian, saling memberi hadiah, ataupun lainnya. Hendaknya setiap muslim merasa mulia dengan agamanya dan tidak merendahkan diri dengan menuruti setiap ajakan. Semoga Alloh melindungi kaum muslimin dari setiap fitnah, baik yang nyata maupun yang tersembunyi, dan semoga Alloh senantiasa membimbing kita dengan bimbingan dan petunjuk-Nya. (Fatawa Syaikh Ibnu Utsaimin, tanggal 5/11/1420 H yanq beliau tandatangani). Wallahu a’lam bishawab. [Oleh: Faqih Adz-Dzaky. Dari berbagai sumber]

Tinggalkan komentar